Senin, 10 Oktober 2011

DO IT YOURSELF (D.I.Y)


Do It Yourself ( melakukan etikanya sendiri ) ialah yang mengacu pada etika yang mandiri dengan menyelesaikan tugas-tugas diri sendiri sebagai lawan untuk memiliki orang lain yang lebih berpengalaman atau mampu menyelesaikan tugas orang lain untuk diri sendiri. Ini mempromosikan gagasan bahwa orang biasa bisa belajar untuk melakukan lebih dari yang dia pikirkan itu mungkin terjadi. Tentu. Tanpa ini, DIY bukan merupakan dogma yang efektif.Istilah ini dapat merujuk pada "melakukan" apa pun, termasuk perbaikan rumah dan perbaikan, pertolongan pertama , dan upaya kreatifitas diri.



Pusat untuk etika adalah pemberdayaan individu dan masyarakat terutama dalam Punk itu sendiri, mendorong kerja pendekatan alternatif ketika menghadapi hambatan birokrasi masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. seseorang Punk yang berorientasi DIY akan mencari pengetahuan untuk dia / dirinya sendiri.

Dalam subkultur punk , etika DIY sangat terkait dengan ideologi punk dan anticonsumerism, sebagai penolakan terhadap kebutuhan untuk membeli barang atau menggunakan sistem atau proses yang ada. Diperdebatkan sejak tahun 1970; [ 1 ] band punk muncul mulai merekam musik sendiri, memproduksi album dan barang dagangan, mendistribusikan karya sendiri dan ini sering dilakukan Punk menunjukkan ruang bawah tanah untuk menghindari sponsor perusahaan atau untuk mengamankan kebebasan dalam kinerjanya sendiri.

Penganut etika DIY Punk juga dapat bekerja secara kolektif. contohnya, punk impresario David Ferguson 's dalam CD Menyajikankonser produksi , studio rekaman , dan label rekaman jaringan DIY nya sendiri. [ 3 ]

Etika punk DIY juga berlaku untuk kehidupan sehari-hari yang sederhana , seperti belajar reparasi sepeda, dari pada membeli sepeda ke toko montir, lalu menjahit, memperbaiki,atau memodifikasi pakaian daripada membeli baju yang baru, dan reklamasi produk didaur ulang oleh dumpster diving yang telah berperan sebagian pendidik juga terlibat dalam teknik pengajaran DIY, kadang-kadang disebut sebagai Edupunk .

Do It Yourself berasal dari tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an dalam bentuk festival bebas gerakan, bermutasi melalui kampanye  protes (pengabungan elemen yang cenderung radikal seperti irama dan gerakan perdamaian) dari Punk melalui band-band seperti Crass, Sex Pistols dan The Clash, budaya DIY menjadi sesuatu dari sebuah gerakan yang diakui pada tahun 1990-an di Inggris , di mana protes (tindakan langsung) dan partai (festival) terkonvergensi.


Perkembangan ini merupakan penyerbukan silang-signifikan dari kesenangan dan politik menyerupai anti-dikemapanan atau anti-sistem politik tahun 1960-an. Selama tahun 1990-an, menunjukkan keinginan untuk saling membantu ekonomi dan kerjasama, komitmen untuk komodifikasi non-seni, perampasan teknologi digital dan komunikasi untuk tujuan masyarakat bebas, dan komitmen untuk teknologi alternatif seperti biodiesel . Dari 1991-1997 yang Konservatif pemerintah menindak jongkok , hak hewan aktivis, hijau , pelancong , serta budaya rave , pesta dan tari budaya.


Pendeknya, filosofi DO IT YOURSELF adalah manifestasi dari kepercayaan sendiria pada seni sebagaimana adanya. percaya kalau yang namanya seni adalah bahasa universal yang bisa dimengerti semua orang. Seni bukanlah barang dagangan melainkan seni adalah sebuah bahasa pemersatu antar bangsa. Dengan filosofi inilah mereka mempertahankan eksistensinya sebagai sub-budaya yang idientik dengan Do It Yourself (DIY).

Punk Pecinta Lingkungan
Mulailah dari diri sendiri! Dan mulailah dengan apa yang mungkin bisa dilakukan untuk sebuah perubahan dengan nilai etika dalam harapan, tidak perlu memikirkan orang lain yang sudah belum tentu memikirkan perubahan atau kemajuan bersama. Jangan mengira Ini sebuah tindakan frustasi, karna ini hanyalah satu tindakan penyemangat diri untuk memulainya dari diri sendiri, dari pada hanya berdiam diri ketika kita mengetahuinya, lebih baik kita bertindak walau pun dengan kemungkinan yang sekecil-kecilnya.

Inilah sudah merupakan inti dari filosofi “DO IT YOURSELF” dalam keseluruhan ideologi Punk. Melalui manifesto ini, kita harus yakin dan percaya bahwa tidak ada kemajuan sosial tanpa kemajuan individu. Kemajuan sosial, dapat kita anggap atau kita jadikan sebuah pemahaman sebagai kolektivitas dari kemajuan individu-individu.

Itulah sebabnya, anak punk selalu melakukan segala sesuatu dengan sendiri. Begitu juga dalam hal bermusik sebagai bentuk perlawan dijalur seni kepada Otoritar bangsa serta sistem-sistem bangsat kapitalisme didalamnya. Punk tidak meminta perusahaan rekaman untuk merekam dan memasarkan hasil karya mereka, tetapi dilakukan sendiri, dibiayai sendiri, dipasarkan sendiri dengan cara sendiri. Sebut saja sebagai indie label. Istilah “indie” lahir dari kata “independent” alias BERDIKARI (Berdiri Di Kaki Sendiri).

Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa pada abad-abad menjelang abad ke-20, orang semakin kosumtif dan matrelialistis. Mereka membuat ukuran-ukuran untuk senilai materi atas semua hal. Akibatnya, musik sebagai ekspresi jiwa sudah lama ditinggalkan orang khususnya band-band serta artis-artis masa kini, yang kebanyakn mulanya dari berlakon di sinetro FTV, Film layar lebar hingga berduyun-duyun kearah dunia tarik suara untuk matri itu tersebut.

Music for soul menjadi Music for sale! Musik bukan lagi cermin keresahan dan suasana hati serta pemuas kebutuhan estetika manusia, tapi dipahami sebagai sesuatu yang melambangkan kelas sosial, musik dan dunia hiburan lainnya tidak lebih dari komoditas paling laku kayak kacang goreng yang ujung-ujungnya cuma memperhatikan angka pasar. Tidak jauh berbeda dari sekedar mengamen!..

Terlebih pada ujung abad ke-20 ketika revolusi yang diciptakan oleh konsumerisme muncul yang ditandai dengan bermunculannya Mal,Sshopping centre, TV Shopping, Teleshopping yang kini semakin banyak hingga mampu mengubah konsep-konsep tentang pasar, ruang, waktu, individu, komunitas, dan transaksi sosial. Pasar konvensional dengan sekejap disulap dalam bentuk baru seperti supermarket atau hypermarket.

Sebagai sebuah pasar, Mal atau hypermarket  tidak hanya berfungsi sebagai arena transaksi jual beli, tetapi juga sebagai tempat ajang tampil gaya, gaul-gaulan, mencari nilai-nilai hidup yang belum tentu cocok dengan individu orang itu sendiri, serta membangun citra diri, mencari ketenangan/ketenaran antara individu dan tempat upacara ritual—fashion show, opening ceremony, launching ceremony, bahkan religiuos ceremony (upacara ritual keagamaan).


Mal, sebagai salah satu bentuk hypermarket dengan begitu menjadi semacam agen yang mempertemukan segala macam dalam satu tempat. Semuanya terkonsentrasi pada satu tempat. Terlihat memang sangat menyenangkan, lebih memudahkan dan memanjakan. Tapi, memanjakan siapa? nyatanya, disana tidak semua orang yang bisa berbelanja di tempat seperti itu, ‘iya kan?

Mal seperti yang saya katakan tadi tidak cuma dijadikan sebagai tempat transaksi perdagangan, tapi ia juga sebagai tempat memerankan diri sebagai Mirror Image (gambaran diri) seorang masyarakat. Contohnya, kamu bakal dianggap sebagai orang yang kuper (kurang pergaulan) kalau samansekali tidak pernah menginjakan kaki kamu di Mal, dan dengan lapang dada Kamu akan divonis orang yang tidak gaul dan bakalan dianggap aneh.

Semua ini diperparah dengan adanya agen informasi semacam media televisi,majalah dll. Dalam wacana abad ke-21, televisi jadi semacam kotak jiwa, begitu menurut Bang Yasraf, yang melaluinya, manusia abad ke-21 mengisi kehampaan spiritualnya dengan jutaan citra semu, rayuan palsu dalam bentuk iklan.

Televisi jadi semacam ruang fantasmagoria, sebuah ruang dimana citraan muncul dan menghilang dalam kecepatan tinggi yang merayu/hipnotis manusia dalam sekejap dapat memasuki jaringan ekstasi dan yang lebih parahnya tidak sedikityang dapat mencapai puncak kegilaan serta histeria gaya hidup yang diciptakan dan yang disajikannya.

Setiap waktu, semua orang disuguhkan iklan. Di manapun kamu duduk, kamu bakal melihat iklan yang dikaitkan sama identitas kamu sebagai apapun. Orang jual sepatu dikaitkan sama pentingnya pendidikan; orang jual minuman ringan, dikaitkan sama pergaulan remaja modern; orang jual alat komunikasi dikaitkan sama kebutuhan (gaya) hidup yang katanya semakin meningkat.

Semua ini hampir-hampir membunuh gerakan punk yang memang bergerak secara perlahan sebagai ideologi yang “pede” atas kemampuan mereka apa adanya. Nggak perlu direkayasa kayak iklan-iklan dan aktivitas komersial lainnya.

Sedangkan Punk, hanya sekedar mengekspresikan jiwa atas kesuntukan dari itu semua, lewat musik yang sangat relatif apa adanya, tanpa dibuat-buat atau diada-adakan. Mereka sama sekali tidak suka dengan yang namanya imitasi atau kepalsuan sperti sebuah janji-janji yang hampir setiap saat diucapkan oleh para aktor Politisi beserta crue-cruenya, mau itu di dalam media TV,Koran,Majalah, Radio sampai pada kampanye politik.

Dan Inilah yang kemudian menjadi faktor mereka untuk tidak simpati dalam yang namanya bersifat  komersialitas dan konsumerisme yang secara tidak langsung telah membuat jarak antara kenyataan dan khayalan.

Mereka tidak mau terlalampau seperti bermuluk-mulukan. Semua sikap itu terakumulasi dalam sikap “tidak percaya” dengan konsumerisme dan komersialitas yang justru semakin berlawanan diikuti orang dalam waktu yang sangat cepat. Dan inilah salah satu faktor lahirnya budaya Punk sebagai bagian dari gerakan kemanusiaan yang anti kemapanan. Dengan mengekspresikan semua kekecewaan dengan  musik yang diciptakan sendiri, rekam sendiri dan sebarkan sendiri.



Punk Manifesto
Masuk kedalam istilah manifesto, Greg Graffin, vokalis band Punk Bad Religion menulis beberapa poin yang disebutnya sebagai punk manifesto. Dalam manifesto ini, bisa dikenali seseorang yang benar-benar punker atau cuma menjiplak doang. Menurut Encarta Dictionary Tools 2006 istilah “manifesto” itu semacam deklarasi prinsip yang ditulis untuk kepentingan publik yang biasanya digunakan untuk pencapaian tujuan gerakan tertentu. Jadi, manifesto punk adalah deklarasi tentang prinsip-prinsip dari gerakan punk, kapan pun dan di mana pun..!!!

Pada poin pertama manifesto-nya, punk mendeklarasikan bahwa gerakan punk adalah sebuah ekspresi jiwa. Yang namanya ekspresi adalah sesuatu yang bisa dilihat dan dirasakan orang. Misalnya, kamu meringis kalau kesakitan, atau, kamu tertawa kalo ada sesuatu yang lucu, atau juga muka kamu jadi merah kalo merasa malu, dan masih banyak contoh lain dari ekspresi itu, dan itu baru ekspresi wajah belum termasuk yang lainnya.

Ini bisa kita jadikan  Sek catatan dalam pikiran kita pada kata-kata poin pertama dari manifesto punk ini,“Punk adalah ekspresi keunikan yang lahir dari pengalaman berdasarkan sifat alamia manusia tanpa ada faktor bautan, mengada-ada (sifat imitasi) dalam hubungannya dengan kemampuan kemanusiaan kita sendiri untuk mengemukakan pendapat, alasan dan mempertanyakan sesuatu.”


Unik dan Ekspresif
di atas memperjelas pentingnya diri sendiri sebagai diri sendiri pula, bukan sebagai orang lain! Selain itu, manifesto juga bisa berarti mengekspresikan apa yang kita bisa serta yang kita mampu, yang bisa menjadikan keunikan diri sendiri. “Unik” itu bukan berarti sama dengan istilah “aneh”. Unik adalah kenyataan kalau di dalam diri sendiri mempunyai ciri khas. Kata “Khas” ini sendiri berasal dari bahasa Arab (khâsh) yang artinya khusus, yakni sesuatu yang spesifik, pokoknya bisa dibilang spesial gitu deh!  Yang berarti bisa jadi keunikan diri sendiri cuma ada satu-satunya di kolong langit ini.


Intinya, keunikan itu harus diekspresikan dalam bentuk apa pun yang tidak mengundang kontroversi menggangu ketenangan orang lain, lagi pula aneh ajah misalkan kita bergaya tiba-tiba ada yang merasa terganggu hehehehehe. Ekspresi adalah gambaran yang bisa dipahami orang meskipun kadang-kadang tanpa kata-kata. Ekspresi menjadi semacam bahasa umum yang bisa dipahami semua orang di seluruh dunia (universal).

Kalo tidak percaya, anda bisa tanya langsung sama sutradara. Seandainya Tora Sudiro tidak bisa berekspresi dengan logat Batak, soalnya Mas Tora ‘kan orang Jawa,..!!! pastilah dia tidak ikut diajak main film “Nagabonar Jadi Dua”, deh!  Dan untuk Aktor dan aktris ia percaya prinsip ini. Berekspresi dengan berperan jadi diri orang lain ‘kan tidak gampang.

Nah, ekspresi ini adalah tugas anggota tubuh buat menyampaikan perasaan atau pendapat dalam hati maupun jiwa, contohnya lagi kalau kita pergi ke toko untuk membeli sesuatu, ketika ditanya mau beli apa, terus kita malah diam bahkan angota tubuh yang lain pun tidak mengekspresikan apapun sesuai dengan barang yang ingin kita beli, tidak lama lagi kita pasti bakalan melihat ekspresi si penjual yang lagi kesal sama tingkah laku kita yang hanya diam saja...hehehehehehe..!!!

Di dalam Punk sangat mempercayai kalau ekspresi itu sarana paling penting buat memperlihatkan suasana hatinya. Selain itu, mereka juga percaya bahwa semua orang pastilah punya keunikan tersendiri, atau kelebihan, mau itu dengan percaya diri ditampilkan oleh orang itu ataupun tidak. Tapi, kelebihan ini tidaklah muncul begitu saja kalau tidak adanya ekspresi itu sendiri.

Misalkan kita punya hobi nyanyi, dan Semua orang disekitar kita juga setuju kalau kita memang pintar nyanyi. Tapi, kalau setiap “konser” yang kita gelar cuma di kamar mandi, sampai kiamatpun, keunikan kamu itu tidak ada yang tahu dan kamu hanyalah tetap menjadi orang yang biasa-biasa saja.  Artinya, kita mempunyai  peran penting dalam menciptakan masa depan kita sendiri.

Istilah “unik” dengan begitu, hampir identik dengan “beda.” Tapi, bukan cuma memperlihatkan kalau kita beda dari yang lain! Itu aja tidak cukup! Kita harus terus berpikir. Bukankah mempertanyakan segala sesuatu membutuhkan proses berpikir? Sedangkan berpikir itu adalah sebuah bukti kalau kita eksis, bukanya pamer di Mal atau Online Forever di Internet.
yah paling tidak itulah yang pernah diungkapkan oleh René Descartés, salah seorang filosofi tersohor.


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar